Apa Berhala di Hidupmu?

Thursday, 03 December 2020


Hanya terdapat sedikit cerita dalam Perjanjian Lama yang dapat membuat kita merasa lebih unggul dari orang Israel diluar kisah anak lembu emas dalam Keluaran 32: 1–6. Mungkin saat membaca kisah tersebut, kita terheran dan berpikir bahwa mereka sangatlah terbelakang -- bagaimana mungkin mereka dapat mengira bahwa mereka dapat membuat dewa dari kepingan logam! Sangatlah konyol jika kita berpikir bahwa membawa persembahan pada patung akan memberikan kita kedamaian, kegembiraan, dan kebahagiaan! Secara keseluruhan, mungkin bagi engkau dan saya, kisah ini sangatlah tidak masuk akal. Setidaknya, sampai kita memeriksa berhala kita sendiri. Bayangkan jika orang Israel dapat melihat berhala yang kita sembah -- acara berita kabel di TV layar lebar, nilai di rapor kita, ataupun penerimaan di media sosial. Orang Israel pada zaman itu pun mungkin akan menganggap berhala kita lebih konyol dibandingkan berhala yang mereka sembah saat itu. Sebuah alasan dibalik tertulisnya penyembahan berhala sebagai hukum yang pertama dalam Sepuluh Perintah Tuhan adalah karena penyembahan berhala selalu menjadi alasan kita berbuat kesalahan. Tim Keller pernah menulis demikian; “Kita tidak pernah melanggar perintah-perintah lainnya tanpa melanggar perintah yang pertama.” Oleh karena itu, kunci perubahan terletak pada identifikasi dan pembongkaran berhala-berhala dasar dalam hati kita. Namun, membongkar berhala kita seringkali terasa amat sulit karena seringkali engkau dan saya tidak ingin mengeksposnya. Kita tidak ingin mengakui -- bahkan pada diri kita sendiri -- bahwa kita telah membuat preferensi politik kita, pekerjaan kita, hubungan kita, atau kenyamanan kita sebagai berhala. Menjadi lebih mudah bagi kita untuk memberikan justifikasi bahwa mereka sama sekali bukan berhala -- hanyalah hal-hal baik dalam kehidupan yang kepadanya terkadang kita berikan perhatian yang terlalu banyak. Tentunya, tidak semua hal yang kita cintai merupakan sebuah berhala -- ada banyak ciptaan yang diberikan pada kita supaya kita dapat menikmatinya. Kita dapat menghargai pemberian-pemberian Tuhan tanpa menjadikan hal-hal tersebut sebagai pengganti-Nya. Akan tetapi, jika hal-hal tersebut adalah yang pertama kali muncul dalam pikiran kita, sangatlah mungkin bahwa itu merupakan berhala kita. Berikut adalah beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menentukan apakah “hal-hal yang baik” dalam hidup Anda telah menggantikan Sang Tuhan yang baik itu: 1. Periksalah imajinasi Anda. Apa yang kita impikan? Ketika pikiran kita berkelana, apakah ia tertuju ke barang materi -- seperti pakaian mahal, atau liburan eksotis -- atau ke barang-barang yang tak berwujud, seperti ketenaran atau penerimaan dari rekan-rekan kita? 2. Periksalah perhatian Anda. Renungkanlah saat-saat di mana kita lebih suka melakukan hal lain daripada melatih disiplin spiritual kita. Kegiatan lain apa yang kita lebih suka lakukan pada saat-saat tersebut? Adakah satu atau lebih aktivitas yang membuang-buang waktu yang sering kita lakukan untuk menunda pekerjaan/tugas yang lebih produktif? 3. Periksalah keuangan Anda. Sebagian besar dari kita memiliki pendapatan pribadi, yaitu sisa uang setelah seluruh tagihan telah dibayar. Bagaimana kita menghabiskan pendapatan pribadi kita tersebut? Untuk barang material/jasa apa saja kita bersedia berhutang untuk dapat membelinya? 4. Periksalah kehidupan doa Anda. Bagaimana perasaan kita saat Tuhan tidak menanggapi doa kita, seperti yang kita harapkan? Apakah kita percaya bahwa Ia tahu yang terbaik, atau apakah kita justru menjadi marah dan getir kepada Dia? Adakah doa yang belum terjawab yang mungkin membuat kita meragukan kebaikan Tuhan atau membuat kita ingin berpaling dari-Nya? 5. Periksalah relasi-relasi Anda. Siapa yang paling kita cintai? Siapa yang paling kita ingin senangi? Apakah kita memiliki pertemanan atau keterikatan romantis yang membuat kita menjauh dari Tuhan? 6. Periksalah emosi/perasaan Anda. Apa yang paling kita takuti? Apa yang paling kita harapkan? Apa yang paling kita sukai? Apa yang paling kita rindukan? Apa yang membuat kita sangat marah atau sangat sedih? 7. Periksalah kekhawatiran Anda. Apa yang paling kita khawatirkan? Apa yang membuat kita paling merasa cemas? Apakah kita memiliki kekhawatiran atas kehilangan sesuatu? 8. Periksalah masa lalu maupun masa depan Anda. Apabila Anda memiliki mesin waktu dan dapat melakukan perjalanan ke masa lalu ataupun masa depan, apa yang akan Anda ubah? Apa hal yang membuat kita bernostalgia? Apa penyesalan terbesar kita? Apa yang kita paling inginkan untuk terjadi di masa depan? Apa yang akan menyebabkan Anda putus asa jika itu tidak terjadi? Pakailah pertanyaan-pertanyaan ini untuk menyingkapkan kelaparan dan keinginan hati kita yang terdalam. Setelah kita menemukan berhala-berhala potensial, renungkanlah apakah kita telah mengedepankan hal tersebut atau menggantikan Tuhan dengan hal tersebut. Berdoalah agar Ia dapat membantu kita menjadi lebih sadar akan berhala-berhala kita, dan agar Ia menuntun kita di jalan kesetiaan -- yang seringkali terasa panjang dan sulit. Seperti orang Israel, mungkin engkau dan saya harus menerima konsekuensi pahit dari penyembahan berhala kita. Tapi, berapapun harga yang perlu kita bayar amatlah sebanding apabila itu membantu kita kembali pada penyembahan sejati, yaitu penyembahan pada Tuhan Yesus. Ditulis oleh: Joe Carson, Penyunting di The Gospel Coalition Diterjemahkan oleh: Sean Hambali

Kami Peduli

Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.

Apakah anda anggota jemaat GKY Mangga Besar?