Ketika Tuhan Menginginkan Lebih

Tuesday, 12 January 2021


Pernahkah kita memikirkan bahwa Tuhan menginginkan lebih banyak untuk kita daripada yang kita inginkan untuk diri kita sendiri?

Saya ingin memperkenalkan kita kepada seorang wanita bernama Abigail.  Berdasarkan standar dunia modern, Abigail merupakan seorang wanita sukses.  Suaminya Nabal adalah seorang penggembala kaya di Yehuda, yang memiliki ribuan domba dan kambing.  Terlepas dari kenyataan bahwa Nabal adalah orang yang sangat kasar, orang-orang berasumsi Abigail menjalani kehidupan yang nyaman.  Bahkan mungkin kehidupan yang didambakan oleh banyak istri lain di seluruh wilayah sebagai lambang kesuksesan?setidaknya kenyamanan itulah yang terlihat dari luar.

Pada masa itu, Daud yang terlahir sebagai gembala dan akhirnya diurapi untuk menjadi calon raja Israel, telah melarikan diri dari Raja Saul dengan segerombol tentaranya.  Ketika Daud mengetahui bahwa Nabal sedang mengunting bulu domba-dombanya, Daud mengirim sepuluh anak mudanya sebagai ungkapan salam, bukan semata-mata meminta hadiah hanya untuk menandai hari besar itu, tetapi juga karena kehadiran Daud di daerah itu menandakan kawanan ternak Nabal telah terlindungi dari segala macam ancaman.  Namun, alih-alih memberikan ucapan terima kasih, Nabal melontarkan hinaan demi hinaan kepada orang-orangnya Daud.  Daud yang merasa sangat tersinggung memutuskan ingin membalasnya dengan pertumpahan darah.  Ketika Abigail mengetahui rencana Daud untuk suaminya, ia diam-diam mengirimkan makanan dan minuman, yang secara efektif menggagalkan potensi pembantaian Nabal oleh Daud.

Baik, kita perhatikan di sini, ketika tiba waktunya untuk bertindak, Abigail tidak mengubur identitasnya dalam kehidupan nyaman yang ia miliki; ia mengesampingkan kenyamanan itu dengan pertimbangan membuka jalan bagi masa depan yang lebih baik.  Ketika krisis datang, pada umumnya kita memiliki dua pilihan; kita bisa menciut karena takut, takut akan kegagalan, atau kita bisa membuat keputusan penting yang akan mendorong kita untuk terus maju.  Mungkin membuat keputusan saat terjadi gejolak atau kesedihan yang mendalam memang bisa terasa menyiksa.  Selain belajar berproses di tengah waktu yang menantang, membuat keputusan yang mengubah hidup terkadang menambah tekanan pada kesulitan yang sudah ada.  Haruskah saya tinggal? Haruskah saya pergi? Haruskah saya bertahan? Haruskah saya melepaskannya?

Lihatlah bagaimana Abigail membuat keputusan.  Ia memilih menjalani kehidupannya, maju menyongsong masa depan.  Meskipun pada akhirnya ketika Nabal meninggal kira-kira sepuluh hari kemudian, ia beralih dari kehidupan yang nyaman secara finansial menjadi kehidupan dalam pelarian sebagai pengantin baru Daud.  Seperti Abigail, kita juga tentunya dapat melakukan hal-hal yang kuat di dalam Kristus ketika kita berada di persimpangan jalan dengan cara menghidupi identitas kita di dalam Kristus.  Meskipun sulit, kita selalu dapat percaya bahwa rencana-Nya lebih besar daripada krisis kita.  Mengapa? Karena ketika krisis datang, biasanya hal itu merampas kegembiraan kita, rencana kita, dan kita sering berpikir bahwa itu bisa merampas masa depan kita.  Tapi jangan lupakan kabar baik ini:

Tuhan berkata bahwa masa depan kita aman di dalam Dia.”

- Zim Flores, dalam bukunya Dare to Bloom

Mungkin kita telah kehilangan pekerjaan atau tahu kita harus meninggalkan pekerjaan itu.  Mungkin suatu hari kita menerima diagnosis yang buruk.  Mungkin kita pernah dikhianati oleh teman.  Atau mungkin kita mengalami perpecahan di dalam keluarga.  Apakah krisis telah membuat hidup kita berubah drastis? Apakah jalan nyaman kita berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa dikenali?  Apakah kita sedang bergumul untuk melihat bagaimana Tuhan membiarkan hal ini terjadi pada kita?

Tuhan kita adalah Tuhan yang Mahatahu, hal-hal baik ‘versi Tuhan’ tentunya jauh melebihi hal-hal baik versi kita.  Karena Ia melihat gambaran yang lebih besar dan rencana yang lengkap.  Ia memegang hari ini dan hari esok kita ada di telapak tangan-Nya, bahkan Ia terus-menerus membimbing kita menuju kebenaran.  Ada kalanya cara kita memandang dunia juga terbatas, tetapi Tuhan tidak.  Ketika kita benar-benar beristirahat dalam kedaulatan-Nya, perlahan tapi pasti, kita akan melihat keragu-raguan di persimpangan jalan mencair sedikit demi sedikit.

Kita dapat melakukan hal-hal yang kuat di dalam Kristus ketika kita mengambil identitas-Nya di tengah krisis.  Penghiburan yang kita cari akan ditemukan begitu kita mengakui bahwa Tuhan yang sama yang membawa kita ke momen ini akan melengkapi kita dengan keberanian untuk mencapai sisi lain?Eben-Haezer (sampai di sini Tuhan telah menolong kita).

“Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati,

dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”

Mazmur 34:19

Ditulis oleh: Laurie McClure, Penyunting di FaithGateway; Mengutip buku Dare to Bloom oleh Zim Flores.
Diterjemahkan oleh: Cindy Hendrietta

 

Kami Peduli

Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.

Apakah anda anggota jemaat GKY Mangga Besar?