Bahaya-bahaya yang Dihadapi Pemimpin (1)

- 1 Korintus 9:27 -

Bahaya yang dihadapi pemimpin sangat banyak dan sering menyusup masuk secara sangat halus. Seorang pemimpin tidak pernah kebal se- rangan, baik berupa godaan daging yang terang-terangan, maupun goda- an tidak kasat mata—namun lebih mematikan—yang dilancarkan Iblis. Tidak mengherankan bila Rasul Petrus memberikan peringatan yang sa- ngat berharga: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Petrus 5:8). Iblis tidak pernah berhenti mengam- bil keuntungan dari kelemahan seorang pemimpin, sekecil apa pun itu. Kelemahan apa yang umum terdapat pada seorang pemimpin? Bahaya pertama yang dihadapi pemimpin adalah kesombong- an. Kecenderungan bersikap sombong sering meningkat saat jabatan/po- sisi seseorang naik. Firman Tuhan memperingatkan, “Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman.” (Amsal 16:5). Kesombongan dapat mendiskualifikasi orang itu dari kemajuan lebih lanjut dalam kerajaan Tuhan karena tidak ada yang lebih menjengkelkan Tuhan daripada seorang yang memandang tinggi dirinya sendiri. Kesombongan adalah jenis dosa yang ingin merebut posisi Tuhan dengan mendudukkan diri sendiri di takhta Tuhan. Orang dapat lupa bahwa karunia/bakat/talenta dan posisi/jabatan sebagai pemimpin berasal dari Tuhan. Biasanya, orang sombong tidak sadar bahwa dirinya sombong. Ada tiga ujian untuk mengetahui apakah kita sombong atau tidak: Pertama, ujian reaksi. Bagaimana Anda bereaksi saat orang lain meraih posisi yang Anda inginkan atau saat Anda melihat orang yang memiliki karunia/bakat/talenta lebih besar daripada diri Anda? Kedua, ujian ketulusan. Bagaimana perasaan Anda saat orang lain melihat masalah dan kelemahan Anda dan terang-terangan menunjukkannya kepada Anda? Ketiga, ujian kritik. Saat mendapat kritik, apakah Anda membenci si pengkritik dan Anda selalu berusaha membenarkan diri, bahkan Anda segera mengkritik balik? Bahaya kedua yang dihadapi pemimpin adalah popularitas. Setiap pemimpin pasti berharap bahwa dia disukai pengikutnya. Akan tetapi, popularitas bisa berbahaya sehingga harus diwaspadai, Tuhan Yesus memperingatkan, “Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; ” (Lukas 6:26). Pengultusan pribadi kerap berkembang di seki- tar para pemimpin besar. Para pengikut terpesona terhadap kharisma dan kecakapan pemimpin. Rasul Paulus dan Apolos pernah dikultuskan— paling tidak difavoritkan—oleh para pengikutnya, sehingga Rasul Paulus mengoreksi jemaat Korintus dengan cara membawa mereka mengarah- kan hati hanya kepada Tuhan saja (1 Korintus 3:4-7). [MN]

Monday, 21 August 2023

Kerendahhatian

- Filipi 2:5-8 -

Kerendahhatian adalah salah satu ciri pemimpin sejati. Tuhan Yesus meminta para muridnya membuang jauh-jauh ’teladan’ keangkuhan para penguasa duniawi serta mengenakan sikap kerendahhatian seorang pelayan (Markus 10:42-45). Tuhan Yesus—Raja di atas segala raja— melakukan apa yang Ia khotbahkan dengan merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:8). Penyaliban adalah bentuk hukuman terkeji bagi pelanggar hukum di zaman itu. Kristus tidak gembar-gembor untuk mempromosikan diri. Sepatutnyalah, pemimpin memilih jalan pelayanan tersembunyi yang penuh pengorbanan, namun diperkenan Tuhan. Yohanes Pembaptis adalah pemimpin yang sangat berpengaruh karena semua penduduk Yerusalem—pusat agama Yahudi—dan seluruh daerah Yudea datang kepadanya (Markus 1:5). Bahkan, banyak orang Farisi dan orang Saduki—yang sebenarnya tidak perlu datang—datang juga kepadanya (Matius 3:7). Dengan ketajaman kata-katanya yang me- nusuk, Yohanes Pembaptis menyingkapkan isi hati banyak penguasa yang picik. Namun, yang membuatnya besar adalah pernyataannya dalam Yohanes 3:30, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” Seiring dengan berjalannya waktu, seorang pemimpin harus terus bertumbuh dalam kerendahhatian, sama seperti dalam karakter yang lain. Perubahan hidup terlihat jelas dalam kehidupan Rasul Paulus. Di awal pelayanannya, ia mengakui: “Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, ....” (1 Korintus 15:9). Beberapa tahun kemudian, ia berkata, “Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, ” (Efesus 3:8). Menjelang akhir hayatnya, ia yang secara pelayanan makin terpandang justru berkata, "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. (1 Timotius 1:15). Apakah setiap hari kita merendahkan diri saat melihat kelemahan dan kekurangan sesama kita? Apakah setiap hari kita tidak membesar- besarkan keburukan mereka, dan sebaliknya menyukai kehebatan mereka serta mendorong kebaikan yang ada pada diri mereka? Apakah setiap hari kita memaafkan ketidakbaikan mereka dan mengampuni kejahatan mereka? Jika kita kelihatan hebat/besar di mata mereka, semoga Tuhan dengan penuh kasih karunia menolong kita untuk melihat betapa kita sama sekali bukan siapa-siapa tanpa Dia, dan menolong kita untuk tetap kecil di mata kita sendiri. Pemimpin rohani yang sejati adalah orang yang dengan senang hati dan dengan rendah hati menolong orang lain mencapai hal-hal besar. Apakah Anda bisa merasa puas saat Anda menduduki posisi sebagai orang nomor dua? [MN]

Sunday, 20 August 2023

Integritas dan Ketulusan

- Matius 23 -

Injil Matius paling banyak menggunakan kata “munafik” dan “kemuna- fikan”—sebagai lawan kata ‘integritas’ dan ‘ketulusan’—di seluruh Perjanjian Baru. Kata ‘munafik’ ditujukan langsung oleh Tuhan Yesus kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang memang ingin menduduki kursi Musa (23:2). Tuhan Yesus bersikap sangat keras, sehingga ia sampai menjuluki para pemimpin yang munafik itu sebagai ular-ular dan keturunan ular beludak (23:33). Sejak peristiwa kejatuhan manusia di taman Eden, ular dalam Kejadian 3:1-5 melambangkan kebohongan, penipuan, kelicikan, manipulasi. KBBI daring mendefinisi- kan munafik sebagai: berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua. Betapa benarnya penilaian Tuhan Yesus saat Ia berkata, “... di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan” (23:28). Kedurjanaan di sini dapat berarti ahli mengelabui orang lain dengan berbagai cara (23:14), berusaha keras mempengaruhi orang agar menjadi jahat (23:15), sengaja mengaburkan kebenaran (23:16-22), mengabaikan keadilan, be- las kasihan, dan kesetiaan (23:23), suka merampas dan rakus (23:25), membuat klaim dan pencitraan yang keliru (23:30). Intinya, hati orang munafik penuh dengan tulang belulang—karena mayat yang mem- busuk dan sudah terurai—dan pelbagai jenis kotoran (23:27). Tidak ada yang lebih berbahaya daripada seorang pemimpin yang muna- fik. Dunia ini memerlukan seorang pemimpin yang berintegritas dan tulus, yang bertanya kepada Tuhan dan menerima jawab-Nya dengan sepenuh hati, yang tutur dan tindaknya sama, yang setegar karang dan tidak undur untuk melakukan kebenaran dan keadilan— walaupun hal itu berarti melawan dunia, yang tidak memanipulasi dan mengorbankan pengikutnya demi prestasi serta reputasinya, yang memberi teladan dan inspirasi secara apa adanya (bukan dengan maksud ingin dikagumi dan dihormati), yang memeragakan membungkus kebesarannya dengan kesederhanaan sehingga dapat diakses segala kalangan, yang berusaha melakukan apa yang perlu—asal tidak bertentangan dengan kebenaran—dengan maksud supaya orang lain mendapat jasa dan keuntungan darinya, yang cerdik—bukan licik—tetapi tetap menjaga hati agar tetap tulus di hadapan Tuhan dan sesama. Sudahkah Anda menjadi orang/pemimpin seperti yang telah diuraikan di atas? Ingatlah selalu bahwa Tuhan membenci orang yang bersikap munafik! [MN]

Saturday, 19 August 2023

Panggilan = Kepengikutan

- Markus 1:16-20 -

Saat memanggil murid-murid yang pertama, Yesus Kristus berkata, “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manu- sia.” (1:17). Simon, Andreas, Yakobus, dan Yohanes mempunyai pilihan saat Kristus memanggil mereka. Simon dan Andreas sedang menebarkan jala di danau. Sepanjang umur mereka, menjadi nelayan mungkin adalah satu-satunya yang terpikirkan untuk mencari nafkah. Apa lagi, Yakobus dan Yohanes sudah menikmati kelimpahan, berkat usaha menjala ikan ayah mereka yang saat itu sedang berkembang (1:20 memberi tahu bahwa ada orang-orang upahan ayahnya). Apakah menjadi penjala manusia akan menjadi sumber penghidupan mereka? Murid-murid pertama tahu segalanya tentang menjadi penjala ikan, tetapi mereka tidak mengerti apa-apa tentang menjadi penjala manusia. Yang jelas bagi mereka adalah bahwa Yesus Kristus sedang memanggil mereka, dan mereka merespons dengan tepat, “Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia” (1:18). Kepengikutan ini membuat Petrus, Yakobus, dan Yohanes menjadi sokoguru—atau tiang penopang—jemaat (Galatia 2:9). Mereka menjadi pemimpin yang efektif bagi gereja Tuhan. Tidak ada kepengikutan yang tidak berisiko. Mengikut Tuhan Yesus pun, berisiko. Seperti murid-murid pertama, kita tidak pernah tahu apa yang akan kita alami kelak saat kita bertekad untuk mengikut Tuhan. Ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan, Dia tidak memberi jaminan atau janji untuk mengamankan kesejahteraan hidup kita dan keluarga kita . Bahkan, meminjam pidato terkenal dari Winston Churchill (Perdana Menteri Inggris pada Perang Dunia II), ‘darah dan keringat’ akan tertumpah ketika kita mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi, pemimpin yang efektif bagi Tuhan adalah mereka yang mengikut Tuhan ketika panggilan dari-Nya datang. Di mana Tuhan berada, di sana juga seharusnya dia berada. Ke mana Tuhan mau dia ada, ke situ juga dia harus melangkah. “You (God) jump, I jump.” “Engkau (Allah) melompat, aku juga melompat.” Ungkapan tersebut bukan kepengikutan membabi buta yang konyol dari pihak kita sebagai respons dari panggilan seorang oknum yang sembarangan. Tuhan tahu apa yang Ia lakukan ketika Ia memutuskan memanggil seseorang untuk melakukan pekerjaan-Nya di dunia dalam bidang tertentu. Tuhan tahu secara detail dan sempurna apa yang Ia rancangkan tanpa perlu merincinya lebih dahulu kepada orang yang dipanggil-Nya. Masalahnya, beranikah kita merespons panggilan Tuhan? Berimankah kita? Bersediakah kita menjalani kepengikutan yang total bagi Tuhan demi menjadi pemimpin yang efektif bagi-Nya? [MN]

Friday, 18 August 2023

Tinggal Dalam Yesus

- Yohanes 15:4-5 -

Pada umumnya, para ahli sepakat jika kepemimpinan didefinisikan sebagai—tidak lebih dan tidak kurang—pengaruh. Semakin tinggi ketrampilan kepemimpinan seseorang, pengaruh yang ia miliki juga semakin besar. Pemimpin berbeda dengan kepemimpinan. Seorang pemimpin yang menjabat secara formal/struktural dalam instansi tertentu (perusahaan/yayasan/organisasi) belum tentu memiliki pengaruh yang besar jika keterampilan kepemimpinannya minim. Dampak keputusannya mungkin besar, tetapi pengaruhnya dalam kehidupan pribadi orang lain belum tentu besar. Pengaruh yang dimaksud di sini lebih ke sikap hati, pola pikir, dan ekspresi (tingkah laku) yang dihasilkan dalam kehidupan orang lain. Banyak pemimpin informal/non-struktural yang dapat mempengaruhi orang lebih banyak dalam zaman teknologi informasi ini. Influencer, youtuber, vlogger adalah beberapa contoh. Karena kepemimpinan sama dengan pengaruh, setiap orang pasti memiliki potensi kepemimpinan, baik secara sadar maupun tidak. Mengapa? Karena keberadaan setiap orang sedikit banyak pasti memengaruhi orang di sekitarnya. Perhatikan bagaimana respons otak, bahasa tubuh, dan intonasi kalimat kita terhadap orang yang tidak kita kenal. Bandingkan jika orang tersebut kita kenal. Baik orang yang tidak kita kenal maupun orang yang kita kenal, keduanya memengaruhi kita, bukan? Sekarang, bayangkan jika pengaruh yang disebarkan seseorang bersifat toxic (meracuni). Respons kebanyakan kita pasti akan menghindar, karena kita tahu bahwa pengaruh tersebut tidak baik, bahkan membahayakan kesehatan jiwa kita. Sebaliknya, jika pengaruh yang dise- barkan bersifat menumbuh-kembangkan, kita dapat dengan sukarela dipengaruhi, bahkan mencarinya. Dengan demikian, betapa pentingnya seseorang membangun kepemimpinan secara benar dan sehat. Pertanyaannya, bagaimana membangun kepemimpinan yang sehat dan benar? Langkah pertama dari jenis kepemimpinan macam ini adalah dengan tinggal di dalam Kristus. Seorang pemimpin sejati harus percaya kepada Kristus bukan hanya untuk keselamatan jiwanya, tetapi untuk mengambil segala manfaat dari firman yang Kristus ucapkan. Saat Kristus menyuruh diam, maka diamlah. Saat Kristus menyuruh lakukan ini/itu, lakukanlah. Buah (pengaruh) dari tinggal di dalam Kristus tidak langsung terlihat, tetapi yakinilah bahwa suatu saat akan berbuah banyak. Artinya, seorang atau beberapa orang akan terpengaruh begitu rupa, se- hingga hidupnya diubahkan oleh kepemimpinan yang sehat dan benar. Sebagai pemimpin, apakah Anda sudah sungguh-sungguh tinggal dalam Kristus? Pengaruh apa yang orang lain alami dari kepemimpinan Anda: Baik atau buruk? Sehat atau toxic? [MN]

Thursday, 17 August 2023

 Prev 1 2 3 4 5 Next  Last

Kami Peduli

Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.

Apakah anda anggota jemaat GKY Mangga Besar?