Kewaspadaan Umat Allah

- Ayub 31 -

Bacaan Alkitab hari ini merupakan bagian akhir babak ketiga perdebatan antara Ayub dengan ketiga sahabatnya, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar (pasal 22-31). Pada pasal ini Ayub mengutarakan bahwa ia telah siap untuk diuji melalui ungkapan “biarlah aku ditimbang di atas neraca yang teliti” (31:6). Ayub tahu bahwa walaupun Allah tidak kelihatan, Ia mengamati setiap langkah kehidupannya (31:4). Oleh karena itu, ia berusaha waspada. Ia menetapkan syarat bagi matanya (31:1), karena mata memberikan berbagai informasi bagi hati dan pikiran manusia. Bila yang dilihat adalah hal yang tidak baik, apa yang dilihat akan merusak suasana hati dan pikiran. Ayub mendaftarkan hal-hal yang ia waspadai agar tidak tergelincir, yaitu kewaspadaan terhadap dosa perzinahan (31:1,9-11), dosa tipu muslihat (31:5), dosa menelantarkan janda, anak yatim, dan orang miskin (31:16- 23), dosa penyembahan kepada yang bukan Allah (31:24-27), serta dosa kebencian kepada sesama (31:29-32). Selain berusaha melakukan hal yang benar dan tidak melakukan hal yang salah, yang lebih penting adalah kesadaran Ayub bahwa dirinya terbatas dalam mengetahui mana yang benar dan salah. Sebagai seorang pemuka atau pemimpin—bagi keluarga atau lingkungannya—Ayub berusaha memberitahu Allah setiap langkah hidupnya, agar ia tidak melakukan kesalahan (31:37). Setiap saat dalam kehidupan umat Allah bisa menjadi ujian karena Iblis terus berusaha menjatuhkan umat Allah sebagaimana tertulis dalam 1 Petrus 5:8, “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan men- cari orang yang dapat ditelannya.” Iblis terus-menerus mengamati dan berusaha mencobai umat Allah, sehingga umat Allah harus selalu was- pada. Sama seperti Ayub, kita harus selalu waspada dengan menetapkan bahwa mata kita tidak boleh melihat hal yang tidak semestinya, dan kita harus berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang salah atau terlarang. Selain menjaga mata dan tingkah laku, Ayub juga memberitahukan kepada Allah setiap langkah kehidupannya dengan harapan bahwa bila dirinya melakukan kesalahan, dia akan diberitahu dan dikoreksi. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda selalu menyadari kehadiran Allah dalam hidup Anda walaupun Anda tidak dapat melihat Dia? Apakah Anda selalu berusaha mewaspadai setiap langkah hidup Anda dengan menghindari melihat hal-hal yang dapat mencemari hati dan pikiran Anda? Apakah Anda berusaha mengenal apa yang benar dan yang salah di hadapan Allah serta berusaha melakukan yang benar dan tidak melakukan yang salah? Apakah Anda selalu siap untuk dikoreksi oleh Allah? [BW]

Wednesday, 16 August 2023

Menjalani Ujian

- Ayub 30 -

Ayub kembali mengutarakan penderitaannya, bukan atas dasar kehilangan atau kesakitan, tetapi karena ketiadaan pengharapan (30:26). Ayub merasa dirinya dihina terus (30:1,9,10), sehingga hatinya hancur dan ia merasa sengsara (30:16). Di tengah kondisi seperti itu, Ayub tidak lupa meminta pertolongan Allah. Akan tetapi, ternyata Allah seperti berdiam diri (30:20), padahal Ayub beranggapan bahwa akan ada pertolongan bagi mereka yang sedang mengalami kecelakaan (30:24). Ayub berharap mendapatkan kebaikan, namun ternyata dia mendapat perlakuan jahat (30:26). Pengalaman Ayub juga sering dialami oleh umat Allah dalam Alkitab. Mereka mengharapkan yang baik, namun ternyata yang ada adalah hal yang jahat. Mereka berseru kepada Allah, tetapi ternyata Allah seperti berdiam diri. Ada kalanya Allah menunggu umat-Nya mengambil keputusan lebih dahulu, keputusan yang sesuai dengan kehendak Allah atau keputusan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Apakah mereka mencari kehendak Allah atau mencari jalan sendiri yang ternyata salah? Di sini, iman dan kesetiaan umat Allah diuji! Sama seperti seorang murid sekolah: Untuk menaiki jenjang yang lebih tinggi, ia harus menjalani ujian. Saat sang murid sedang belajar, gurunya akan memberi tahu apa pun yang sedang dipelajari. Namun, saat sang murid sedang menjalani ujian, gurunya hanya mengawasi, sehingga sang murid harus berjuang sendiri menghadapi ujian berdasarkan apa yang sudah ia pelajari dari gurunya. Demikian pula, akan tiba saat bagi umat Allah untuk dibiarkan Allah berjuang sendiri, agar mereka bisa bertumbuh ke jenjang yang lebih tinggi secara rohani. Yang menjadi masalah dalam ujian iman adalah tidak ada seo- rang pun yang tahu kapan ujian itu akan dilaksanakan dan bagai- mana ujian itu akan berlangsung. Sama seperti seorang anak yang akan menjalani ujian, anak itu tidak tahu pertanyaan apa yang akan ia jawab. Namun, kalau dia sudah menguasai pelajaran pada masa pembelajaran, pertanyaan apa pun akan bisa dia jawab, sehingga dia akan lulus ujian. Demikian juga dengan ujian bagi umat Allah, Anda tidak perlu tahu kapan ujian akan berlangsung dan bagaimana wujud dari ujian tersebut. Yang terpenting adalah apakah selama proses pembelajaran, Anda sudah belajar dengan baik, sehingga saat ujian berlangsung, Anda sudah siap menghadapinya. Allah memberi kesempatan kepada umat-Nya untuk menghampiri Dia melalui kehidupan doa, ibadah, saat teduh pribadi, dan sebagainya. Apakah Anda sudah memanfaatkan kesempatan itu dengan baik? [BW]

Tuesday, 15 August 2023

Allah sumber hikmat

- Ayub 28-29 -

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Ayub memaparkan kehebatan manusia yang memiliki pengalaman & pengetahuan, sehingga dapat mela- kukan banyak hal (28:1-11). Pengalaman adalah ingatan dan pemikiran yang berharga dari seseorang, sedangkan pengetahuan adalah ingatan dan pemikiran yang berharga dari banyak orang. Pengalaman dan pengetahu- an dapat diolah sehingga menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Masalahnya, berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya, manusia hanya bisa mengetahui masa lalu, tetapi tidak bisa mengetahui masa depan. Manusia hanya bisa memprediksi masa depan. Oleh karena itu, pengetahuan dan pengalaman yang mengacu pada masa lalu saja tidak selalu bermanfaat. Sebagai contoh, semua pengalaman dan pengetahuan yang ada tidak mampu mengatasi permasalahan pandemi Covid-19, sehingga pandemi membawa dampak negatif yang sangat besar. Ayub memaparkan bahwa hikmat lebih berharga dari mutiara (28:18). Hikmat adalah bagaimana menggunakan pengalaman dan pengetahuan secara tepat agar bisa bermanfaat untuk masa depan. Manusia membutuhkan hikmat, namun Ayub mempertanyakan di manakah hikmat dapat diperoleh (28:12), jalan ke sana tidak diketahui manusia (28:13). Namun, Ayub mengatakan bahwa Allah mengetahuinya (28:23) karena dia Maha Tahu, sehingga bisa melihat hingga ke ujung bumi, bahkan dia bukan hanya tahu untuk saat ini, Dia juga tahu apa yang akan terjadi bahkan dia dapat merancang apa yang akan terjadi. Takut akan Tuhan itulah Hikmat, menjauhi kejahatan itulah akal budi (28:28). Hikmat hanya berasal dari Allah. Saat Ayub merasa begitu dekat dengan Allah, dia mendapat hikmat Allah, sehingga ia didatangi orang- orang yang membutuhkan bantuan. Karena Ayub tahu pentingnya hikmat, ketidaktahuan tentang penyebab penderitaannya tidak membuat dia menafsirkan sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, tetapi dia tetap menunggu jawaban Tuhan. Walaupun kita memerlukan pengalaman dan pengetahuan, hikmat Tuhan lebih penting karena hikmat itulah yang membuat pengalaman dan pengetahuan kita menjadi berharga untuk masa depan. Dalam mengha- dapi penderitaan, Ayub tidak mengandalkan pengetahuan dan pengalam- an, melainkan mencari—dan menunggu—hikmat Allah. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda selalu berusaha mencari kehendak Allah setiap kali Anda hendak bertindak atau Anda hanya mengandalkan pengetahuan dan pengalaman? [BW]

Monday, 14 August 2023

Komitmen Umat Allah

- Ayub 25-27 -

Di babak ketiga, Bildad tidak lagi menuduh atau berkomentar langsung terhadap Ayub. Dia hanya mengutarakan pengetahuannya tentang Allah. Bildad mengungkapkan bahwa Allah itu dahsyat dan Maha Kuasa (25:2). Ia sumber terang yang menerangi segala sesuatu, sehingga tidak ada kejahatan yang dapat disembunyikan di hadapan-Nya (25:6). Dengan demikian, manusia tidak bisa membenarkan diri di hadap- an Allah (25:4). Namun, bagi Ayub, perkataan Bildad terlalu sederhana dan hanya cocok bagi orang yang tidak berpengertian (26:3), sehingga Ayub menambahkan pengertian tentang Allah (26:5-13). Menurut Ayub, kebesaran Allah tidak sesederhana yang dipaparkan Bildad serta Ayub (26:14). Ungkapan Ayub tentang pendapat sahabatnya seharusnya mendorong umat Allah untuk berusaha makin mengenal Allah, agar mereka memiliki iman yang kokoh dan dapat menguatkan saudara seiman yang lemah. Di pasal berikutnya, Ayub mengungkapkan perasaannya, yaitu bahwa Allah Yang Maha Adil tidak berlaku adil kepadanya, sehingga hatinya pedih (27:2). Namun, Ayub tetap mempunyai komitmen yang kokoh untuk hidup benar di hadapan Allah (27:2-4,6). Komitmen itu membuat Ayub sangat yakin bahwa dia tidak bersalah (27:5). Ayub memaparkan kehidupan orang fasik, namun penekanannya bukan pada kehidupan jasmani, melainkan pada relasi dengan Allah (27:8-10). Orang fasik tidak memiliki relasi yang baik dengan Allah, sehingga hidup mereka menjadi tidak mujur (27:13-23). Di sini, terlihat bahwa komitmen Ayub untuk hidup benar di hadapan Allah bukan didasarkan pada kemujuran atau berkat, tetapi pada relasi dengan Allah. Bagi Ayub, yang lebih penting adalah relasi yang membuat ia dapat berseru setiap waktu kepada Allah—apalagi saat mengalami kesesakan—dan dapat bersenang-senang karena Yang Maha Kuasa, bukan bersenang-senang karena egois (27:9-10). Allah menghendaki agar umat-Nya menikmati kemuliaannya melalui relasi yang terbuka. Namun, dosa membatasi relasi yang terbuka dengan Allah. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen untuk hidup benar di hadapan Allah. Di tengah kehidupan dunia yang begitu hiruk-pikuk dan menggiurkan ini, berbagai kesenangan dapat menyibukkan semua orang. Sebagai umat Allah, Apakah Anda terus berusaha makin mengenal Allah? Apakah Anda memiliki komitmen seperti Ayub yang selalu berusaha hidup benar di hadapan Allah walaupun ada kalanya bisa mendapat perlakuan yang tidak adil? Apakah Anda lebih mementingkan relasi dengan Allah dibandingkan dengan berkat-Nya? [BW]

Sunday, 13 August 2023

Keadilan Allah

- Ayub 23-24 -

Setelah mendengar ucapan Elifas, Ayub semakin sedih karena keluh kesahnya dipandang para sahabatnya sebagai pemberontakan terhadap Allah. Ayub sendiri merasakan penghiburan yang dilakukan para sahabatnya sebagai tekanan Allah terhadap dirinya (23:2). Ayub yang merasa dirinya benar (23:11-12) ingin berhadapan langsung dengan Allah, bukan dengan mereka (23:3). Ayub yakin bahwa Allah tahu jalan hidupnya. Oleh karena itu, jika Allah mengujinya, ia yakin bahwa ia akan timbul seperti emas (23:10). Bagaimana dengan hidup Anda: Apakah Anda memiliki keyakinan seperti Ayub yang berani untuk diuji? Ayub juga sadar tentang kedaulatan Allah, yaitu bahwa kehendak Allah pasti terlaksana (23:13-14). Membayangkan kedaulatan Allah membuat Ayub gemetar dan putus asa (23:15-16) karena Ayub merasa tidak mungkin membela diri walaupun ia merasa tidak bersalah (23:17). Ayub mengajak para sahabatnya melihat bahwa sesungguhnya, banyak ketidakadilan dan penderitaan di tengah dunia ini (24:2-22). Mereka yang menderita juga berdoa (24:12), tetapi keadaan tidak menjadi lebih baik, seolah-olah Allah tidak peduli (24:12) Jadi, yang menderita bukan hanya Ayub, tetapi ada banyak orang yang menderita. Di dunia ini, banyak hal yang tidak mampu dimengerti oleh pemikiran manusia. Kebingungan Ayub mungkin merupakan kebingungan umat manusia secara umum. Di tengah dunia yang berdosa tempat Iblis berkuasa, tidak ada keadilan di dalamnya, apalagi keadilan yang sempurna. Keadilan yang sempurna adalah milik Allah, bukan milik manusia atau milik dunia ini, dan juga bukan milik Iblis. Tanpa campur tangan Allah Yang Maha Adil, ketidakadilan pasti terjadi di tengah dunia ini. Sekalipun demikian, di tengah ketidakadilan di dunia ini—yang kadang kala dibiarkan Allah— Allah tetap memiliki rencana dan kehendak, terutama bagi umat-Nya (23:13-14). Jadi, Allah menegakkan keadilan atau membiarkan ketidaka- dilan tetap ada di dunia karena Dia adalah Allah yang berdaulat. Sesung- guhnya, bila manusia mendapat perlakukan tidak adil, hal itu bukan disebabkan karena Allah tidak adil, tetapi karena manusia hidup di dunia yang jahat, yang tidak adil, dan yang saling menyakiti. Saat umat Allah mengalami ketidakadilan merupakan waktu untuk datang kepada Allah dan memohon Allah bertindak. Sebagai anggota umat Allah, kita tidak boleh meniru sikap dunia ini yang tidak adil. Melalui umat-Nya, Allah menghendaki agar keadilan ditegakkan. Apakah Anda bersedia menegakkan keadilan dengan bijaksana? [BW]

Saturday, 12 August 2023

First  Prev 2 3 4 5 6 Next  Last

Kami Peduli

Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.

Apakah anda anggota jemaat GKY Mangga Besar?