Visi Gereja Kristus Yesus adalah "Gereja yang Mulia dan Misioner", yaitu Gereja yang menyatakan kehadiran Kerajaan Allah dan nilai-nilaiNya di tengah dunia dalam seluruh aspek kehidupan.
Misi GKY terdiri dari lima unsur misi Allah bagi Gereja di tengah dunia (Missio Ecclesiae), yaitu:
1. Misi dalam bidang ibadah.
Membangun hubungan vertikal (ibadah) antara "orang percaya" dengan Allah di dalam persekutuan yang berdasar karya penebusan Yesus Kristus di Kayu Salib (Ibrani 10:19-25, Yudas 1:20).
2. Misi dalam Persekutuan
Mewujudkan persekutuan anggota jemaat sebagaimana yang berdasarkan karya penebusan Yesus (Yoh 15:1-17; Yoh 17:1-26) serta teladan yang diberikan gereja mula-mula (Kis 2:41-42).
3. Misi dalam bidang Pembinaan/Pendidikan.
Membina jemaat dalam segala segi kehidupan untuk bertumbuh didalam segala hal ke arah Kristus yang adalah Kepala, sehingga mampu hadir dan berkarya sesuai dengan dasar Firman Tuhan di tengah pergumulan dunia sesuai dengan konteks jamannya. (Efesus 4:11-15).
4. Misi dalam bidang Penginjilan.
a. Membentuk jemaat misioner (penginjilan menjadi gaya hidup jemaat) untuk mengemban tugas pemberitaan Injil sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Tuhan Yesus Kristus (Mat 28:18-20; Mark 16:15-16).
b. Menjangkau jiwa-jiwa bagi Kristus khususnya diseluruh propinsi di Indonesia dengan hadir dan menjadi rekan bagi gereja-gereja setempat yang sudah ada.
c. Memberitakan Injil Kerajaan Allah dan nilai-nilainya di tengah masyarakat melalui pelayanan dan kehadiran gereja di tengah masyarakat (menyuarakan suara kenabian).
5. Misi dalam bidang Pelayanan Sosial.
a. Menjadi saluran kasih Tuhan bagi jemaat baik di lingkungan GKY maupun jemaat secara umum (Galatia 6:10) di dalam aspek spiritual, moral maupun material.
b. Menjadi saluran kasih Tuhan bagi masyarakat secara umum (Galatia 6:10) untuk menggenapi misi Allah yang holistik.
Lima Unsur Misi gereja tersebut berjalan di dalam keseimbangan yang dapat digambarkan sebagai "Bintang dengan Lima Sudut", yang melambangkan:
a. Keseimbangan misi gereja sebagai "Gereja yang Misioner"
b. Tujuan akhir misi gereja, yakni "Gereja yang Mulia"
Sejalan dengan perubahan nama CHCTCH menjadi Gereja Kristus sebagaimana disahkan dalam Surat Keputusan Departemen Agama Republik Indonesia No. H/II/2918 tertanggal 11 Mei 1963, maka nama CHCTCH Kuo Yu Thang Mangga Besar berubah menjadi Gereja Kristus Jemaat Mangga Besar (GKJMB). Gereja Kristus Jemaat Mangga Besar adalah jemaat otonom dalam wadah Sinode Gereja Kristus yang terdaftar di Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Pada tahun 2000, GKJMB telah memiliki 4 jemaat, 7 wilayah, dan 13 Pos PI dengan system sentralisasi. Karena perkembangan yang semakin disadari akan adanya kebutuhan memiliki badan hokum gereja tersendiri, maka pada tanggal 3 Juni 2002, GKJMB membentuk Sinode Gereja Kristus Yesus.
Oleh karena itu pada tanggal 3 Juni 1945 pelayanan Kuo-Yu diresmikan menjadi gereja baru dengan nama Chung Hua Chi Tuh Chiao Hui (Kuo Yu Thang) yang otonom terhadap THKTKH Ketapang. Dan pada tanggal 20 Juni 1945 Chuang Chuan Shen ditahbiskan sebagai pendeta pertama Kuo Yu Thang. Bersamaan dengan peristiwa itu, dibentuk pula Majelis CHCTCH Kuo Yu Tang yang dipimpin oleh Chuang Chuan Sen, yang sekaligus menjabat sebagai Gembala Sidang yang pertama. Kebaktian diadakan hari Minggu pagi jam 10:00 di tempat THKTKH Ketapang, dan berlangsung sekitar 3 jam karena menggunakan 3 bahasa yakni Kuo-ui diterjemahkan ke dialek Hokciu dan bahasa Indonesia dialek Melayu. Kebaktian Sekolah Minggu berlangsung pada jam 08:00 mengambil tempat di Gang Tiongkok.
Ketika gedung Ketapang direnovasi tahun 1948, jemaat CHCTCH (Kuo Yu Thang) pindah ke Mangga Besar Rayon 42, yakni di aula studio foto Olympic milik Liauw Kuan Hin. Di tempat ini CHCTCH Kuo Yu Thang berkembang pesar dan semakin dikenal masyarakat sebagai gereja yang berbahasa Mandari, hingga disebut CHCTCH Kuo Yu Thang Jemaat Mangga Besar. Pada tanggal 17 Desember 1955, Gedung CHCTCH Kuo Yu Thang di Mangga Besar I/ 74 Jakarta diresmikan.
Ketua dan sekretaris BKT ternyata adalah anggota dari Gereja Methodist Mangga Besar, yaitu Pouw Peng Hong dan Khoe Lan Seng. Dengan aktifnya 2 orang tokoh Gereja Methodist Mangga Besar di BKT, juga mengingat sebagian besar anggota jemaat merupakan keturunan Tionghoa, maka jemaat memutuskan untuk lebih memiliki ciri khasi sendiri, sekaligus mandiri. Dan pada tanggal 1 Januari 1928 ditetapkan berdirinya Gereja Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) Mangga Besar, dan rapat pengurus pertama diadakan pada 11 Januari 1928, yakni serah terima anggota dari Methodist ke THKTKH Mangga Besar. Inilah jemaat pertama di Indonesia yang mempergunakan nama THKTKH. Sejalan dengan rasa nasionalisme yang semakin kuat, ibadah gereja ditetapkan untuk memakai bahasa Indonesia dialek Melayu Tionghoa.
Melihat banyaknya kedatangna orang Tionghoa berbahasa Mandarin ke Batavia, Rev. Pouw Peng Hong mengusulkan agar diadakan pelayanan dalam bahasa Mandarin. Kebaktian bahasa Mandarin pun diadakan setiap Minggu sore sejak Agustus 1944, di THKTKH Ketapang, dihadiri oleh 70 orang. Karena pertambahan jemaat yang semakin banyak, Pdt. Baring L. mengusulkan agar Kuo Yu Pu (seksi/ bagian bahasa Kuo Yu) didewasakan. Salah seorang aktivis, Bapak Lim Boon Cheng kemudian menjabat sebagai Ketua Majelis dan penterjemah diawal berdirinya Kuo Yu Thang.
Sekitar tahun 1905 Rev. J.R. Denyes dari Badan Misi Methodist Eposcopal Church USA tiba di Batavia untuk memulai penginjilan di kalangan orang-orang Tionghoa. Pelayanan ini pada tahun 1910 baru menjangkau sekitar 10 orang keturunan Tionghoa. Persekutuan yang dimulai di keluarga Lie Teng Ho, Kampung Muka, ternyata terus berkembang dan kemudian tempat ibadah berlangsung di Kampung Baru (Ketapang Utara). Dari sini kemudian pindah lagi ke salah satu rumah di Molenviet Oost (Hayam Wuruk) dan selanjutnya ke Prinsenlaan (Mangga Besar) no 9, Jakarta. Pada tahun 1926 status jemaat ditingkatkan menjadi Gereja Methodist Mangga Besar (Mission) dan dibentuk kemajelisan baru dengan Pdt. A.V. Klaus sebagai ketua.
Sejalan dengan perkembangan situasi saat itu di mana para pemuda Indonesia mulai bersatu dan menentang penjajahan Belanda, pada tanggal 23-27 November 1926 di Cipaku Bogor berlangsung rapat tokoh-tokoh gereja dari kalangan Tionghoa yang menghasilkan Bond Kristen Tionghoa (BKT).
Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.