Yang Terbesar adalah Kasih

Tuesday, 03 November 2020


Hacksaw Ridge adalah sebuah film bertema Perang Dunia II yang disutradarai oleh sutradara legendaris Mel Gibson. Film yang dirilis pada tahun 2016 ini pada dasarnya adalah sebuah biografi dari seorang prajurit Amerika Serikat yang bernama Desmond Doss. Sebagian besar kisah dalam film ini diangkat dari kisah nyata yang dialami oleh Doss sendiri, meskipun ada sebagian detail dari cerita yang didramatisir sedemikian rupa dari kejadian aslinya. Dikisahkan setelah peristiwa Pearl Harbor, Amerika Serikat yang awalnya tidak terlibat dalam Perang Dunia II akhirnya masuk juga ke medan perang. Dibakar oleh rasa nasionalisme untuk membela tanah airnya, banyak warga sipil Amerika yang mendaftarkan dirinya ke militer agar dapat masuk ke medan perang. Salah satunya adalah seorang pemuda yang bernama Desmond Doss. Doss dikisahkan adalah seorang penganut Kristen Advent hari ketujuh. Karena keyakinan yang dianutnya ini, Doss mengalami berbagai kesulitan dalam pelatihan militer. Doss menolak untuk mengangkat senjata dan membunuh. Singkat cerita akhirnya Doss tetap masuk ke militer tapi ditempatkan sebagai petugas paramedis sehingga tidak perlu angkat senjata. Pada Mei 1945, berlokasi di Okinawa terjadi pertempuran sengit antara Amerika Serikat dengan Jepang. Masing-masing kubu bertarung mati-matian sampai titik darah penghabisan. Korban tewas maupun luka-luka dari kedua pihak berjatuhan. Doss adalah prajurit medis yang bertugas di pertempuran yang lebih dikenal sebagai Hacksaw Ridge Battle itu. Dikisahkan bahwa dengan berani dan pantang menyerah, Doss berjuang menyelamatkan satu demi satu korban luka di tengah pertempuran itu. Di tengah-tengah desingan peluru, tanpa mempedulikan keselamatannya sendiri, Doss terus mencari satu demi satu korban luka yang bergelimangan di tanah untuk diselamatkan. Di tengah-tengah perjuangan antara hidup dan mati itu, Doss menaikkan sebuah doa yang akhirnya menjadi sangat dikenal. Setiap kali sehabis menyelamatkan seorang prajurit, Doss berdoa: “Lord, help me get one more.” Doss terus mencari dan menyelamatkan prajurit terluka sebanyak yang dia bisa. Dalam kondisi kelelahan dan kehabisan tenaga, Doss terus menaikkan doa ini “Lord, help me to get one more.” Dalam kurun waktu 12 jam, Doss berhasil menyelamatkan sekitar 75 prajurit. Di film ini bahkan Doss menyelamatkan beberapa orang prajurit Jepang yang merupakan musuh dari negaranya (dalam catatan asli tidak ada prajurit Jepang yang diselamatkan). Akhirnya setelah perang selesai, Doss pun pulang ke negaranya dan dianugerahi penghargaan dari Presiden Amerika Serikat atas keberanian dan jasanya bagi Amerika. Saya bukan orang yang mudah tersentuh dan terharu ketika menonton film, tapi saya ingat sekali Hacksaw Ridge adalah salah satu film yang berhasil membuat saya meneteskan air mata. Keberanian dan patriotisme dari Doss tentu membuat saya kagum. Tapi satu hal yang sungguh membuat saya terharu adalah demonstrasi kasih yang rela berkorban seperti yang dilakukan oleh Doss. Di tengah desingan peluru dan tanpa mempedulikan keselamatannya sendiri, Doss hanya ingin menyelamatkan satu jiwa lagi, satu jiwa lagi, dan satu jiwa lagi. Tentu yang dilakukan oleh Desmond Doss mengingatkan saya akan kasih tak bersyarat dan kasih yang rela berkorban dari Juruselamat kita, Tuhan Yesus. Sebuah tindakan rela berkorban dari seorang prajurit sederhana telah menjadi cermin paling jelas akan kasih dari Tuhan. Kristus dinyatakan dan dimuliakan dengan nyaring bukan dengan ucapan, melainkan dengan tindakan kasih. Dalam 1 Korintus 13, Rasul Paulus mengatakan bahwa yang terbesar ialah kasih. Sekalipun kita punya seluruh pengetahuan, sekalipun kita punya iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, namun jika kita tidak punya kasih, semuanya sia-sia. Kasihlah yang menjadi identitas utama kita sebagai orang yang mengaku Kristen. Dalam bukunya yang berjudul “The Jesus I Never Knew” Philip Yancey mengatakan bahwa “Sejak saat Konstantin, gereja menghadapi godaan untuk menjadi polisi moral masyarakat. Gereja Katolik di Abad pertengahan, Calvin di Jenewa, Cromwell di Inggris, Winthrop di New England masing-masing dengan caranya sendiri menjadi sukar mengkomunikasikan anugerah.” Sejarah mencatat bahwa ketika gereja bergabung dengan negara dan mempunyai kekuasaan untuk memaksa legalisme dan menjadi polisi moral, saat itulah kekristenan kehilangan daya tarik dan keharumannya. Saat itulah kekristenan masuk ke masa paling gelap yang menghasilkan hal-hal mengerikan seperti inkuisisi terhadap orang yang dianggap bidat, perang salib, dan pembungkaman terhadap ilmuwan menjelang abad pencerahan. Sebaliknya ketika jemaat mula-mula terbentuk, mengapa kekristenan bisa menyebar dengan begitu cepat dan memilki daya tarik yang begitu besar? Jawabannya adalah karena demonstrasi kasih yang begitu agung yang ditunjukkan oleh jemaat mula-mula. Kisah Para Rasul menceritakan bagaimana jemaat mula-mula hidup dengan meneladani kasih Kristus yang tak bersyarat, yaitu dengan saling memperhatikan satu sama lain dan membagi kepunyaan pribadi dengan orang yang membutuhkan (2:41-47). Demonstrasi kasih inilah yang membuat kekristenan menjadi begitu harum. Saya yakin sebagaimana saya terharu akan tindakan Desmond Doss, demikian pula orang-orang yang melihat cara hidup jemaat mula-mula. Tentu banyak orang yang terheran-heran akan apa yang dilakukan oleh jemaat mula-mula ini; bagaimana dan apa yang mendorong mereka mau melakukannya? Hanya lewat tindakan kasihlah, Kristus dinyatakan dengan paling jelas kepada dunia. Hari ini di tengah-tengah dunia yang sedang porak poranda oleh pandemi dan polarisasi politik yang terjadi di mana-mana, biarlah Tuhan memampukan setiap kita untuk menjadi duta-Nya dengan mengasihi dan mewujudnyatakan dalam tindakan kita sehari-hari. Ditulis oleh: Albert Wijaya

Kami Peduli

Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.

Apakah anda anggota jemaat GKY Mangga Besar?