Kapal Pecah yang Masih Berlayar

Thursday, 25 March 2021



Tidak terasa, saya sudah melewati anniversary 1 tahun bekerja dari rumah (work from home, WFH), sebagai akibat dari pandemi COVID-19. Ketika dibayangkan kembali, sesungguhnya setiap kegiatan memiliki tempatnya tersendiri, sehingga hidup terasa sangat terorganisir. Namun, ketika diperhadapkan dengan situasi WFH, siap ataupun tidak siap, kebanyakkan aktivitas harus dikerjakan dari rumah.

Bekerja di kantor menjadi bekerja di rumah.
Aktivitas meet up dengan teman di tempat nongkrong menjadi meet up via video chat.
Belajar di sekolah menjadi belajar di rumah.
Ibadah di gereja menjadi ibadah di rumah.
Melayani dari rumah ke rumah menjadi sekedar melayani dari rumah.
Tempat yang biasanya kita gunakan sebagai sanctuary untuk beristirahat, harus berubah menjadi sebuah powerhouse untuk bekerja. Pikiran kita yang dahulu terfokus, sekarang menjadi tumpang tindih, dan agaknya kita sudah mulai abai dengan kehidupan bersama Tuhan. Secara tidak langsung, mungkin engkau dan saya mulai mengkotak-kotakkan keberadaan Tuhan -- Ia ada di gereja, di tempat-tempat pelayanan, namun tidak berada dalam aktivitas kita sehari-hari di rumah.
Tidak terasa, kitalah yang 'meletakkan' Tuhan, bukan Tuhan yang meletakkan kita.
Dalam perjalanan 7 minggu Lent, kita diingatkan untuk kembali berdekat kepada Tuhan, mengakui dosa kita, meletakkannya ke hadapan Tuhan dan memberi diri kita diperdamaikan dengan-Nya. Ia adalah Pribadi yang berkemenangan atas maut, dan oleh karenanya, kita perlu mendedikasikan hidup kita bagi Dia.

Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?
Yehezkiel 33:11 (TB)

Sudah berbelas-belas (bahkan berpuluh-puluh) tahun engkau dan saya merayakan Lent, Jumat Agung dan Paskah. Setiap kali, kita selalu diingatkan mengenai ratapan, kesedihan, pengharapan dan kasih. Tuhan yang mati dan Tuhan yang bangkit.
Namun apakah arti semua itu bagi kita?
Tiap tahun kita merayakan Tuhan Yesus yang ‘mati’ dan ‘bangkit’ bagi kita semua dan bagaimana kabar kita hari ini?  Masih matikah kerohanian kita? Sudahkah engkau dan saya kembali memulai hidup bersama Tuhan?
Ada satu hal yang saya sadari dalam masa Lent saat ini, di mana saya bersama dengan Tuhan dan pengalaman itu membawa diri saya secara intensional serta personal datang kepada Tuhan.  Seperti bagian awal dari tulisan ini, secara tidak sadar kita sedang meng-kotakan Tuhan seperti yang kita inginkan dalam pikiran kita. Sehingga kita membawa diri kita seolah-olah kita adalah pribadi yang bobrok tanpa menyadari bahwa bagian yang busuk juga Tuhan ketahui.
Menjadi seutuhnya, genuine/original/authentic... Coba sebutkan hal-hal lainnya yang mengungkapkan tentang keberadaan diri kita yang apa adanya, inilah yang membuat seorang pengikut Tuhan bisa ditransformasi secara total atas pengungkapan diri seutuhnya dan dengan jujur membuka semuanya dihadapan Dia.  Sudah banyak buku, artikel, video, podcast yang membahas hal ini (contohnya https //www.desiringgod.org/labs/true-honesty-minimizes-misunderstanding) tinggal bagaimana kita menyikapi call to action Tuhan ini dalam hidup kita?
Tentu kita perlu memahami bahwa panggilan Tuhan yang definitif dalam hidup kita hanya menjadi efektif jika kita berpartisipasi aktif.  Seringkali kita menyerahkan semuanya kepada Tuhan, layaknya seorang eksistensialis yang membiarkan semua berjalan secara natural, di mana semua terjadi secara mekanis dan berharap Tuhan bekerja dalam hidup kita.  Tentu saja tidak seperti itu!  Dibutuhkan partisipasi kita.  Bayangkan, jika ada pasangan yang berpacaran dan yang membangun relasi hanya salah satunya, pastilah yang lain akan lelah dan menyudahi relasi itu.
Puji Tuhan bahwa Allah kita tidaklah demikian.  Ia sangat setia dalam berelasi dengan kita.  Ingat, Tuhan adalah causa prima dari segala sesuatu, termasuk dalam kehidupan yang kita jalani sekarang bersama Dia.

Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: "Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!"
Lukas 7:11-14 (TB)

Mari pada moment Lent ini, meskipun semua nampaknya terobrak-abrik, tapi percayalah,  Tuhan sedang melakukan hal yang baik bagi kita.  Ketidakberdayaan, keterpurukan dan ketidakjelasan dalam hidup, selayaknya akan membuat kita terfokus kembali akan hal yang penting, bahwa kita perlu menanggalkan diri kita yang lama, menjadikan Tuhan pusat hidup kita dan kepada Dialah hidup ini kita dedikasikan.
Kunjungi Website GKY Mangga Besar dan Youtube GKY Mangga Besar
Follow IG @gkymabes dan @ibadahdoagkymbs
D
itulis oleh: Kevin Ling

Kami Peduli

Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.

Apakah anda anggota jemaat GKY Mangga Besar?