Nisi Dominus Fustra

Monday, 10 May 2021


Nisi Dominus Frustra adalah semboyan dari kota Edinburgh di Skotlandia.  Semboyan yang ditulis dalam bahasa Latin ini artinya, “tanpa Tuhan, frustrasi.”  Menariknya, semboyan ini rupanya diadaptasikan dari sebuah bagian Alkitab yang sangat terkenal, “jikalau bukan Tuhan . . . sia-sialah.”  Bagian Alkitab yang dimaksud adalah Mazmur 127:1-2, yang lengkapnya berbunyi:
Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.  Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah—sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.”
Sebagian besar ahli berpendapat bahwa penulis dari Mazmur 127 adalah Salomo, sebagaimana Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul “Nyanyian ziarah Salomo” untuk Mazmur ini di Alkitab kita.  Namun ada pula yang berpendapat bahwa Mazmur ini sejatinya ditulis oleh Daud untuk Salomo.  Yang jelas, baik Daud maupun Salomo, keduanya punya pengalaman dalam hal bangun-membangun.  Daud punya pengalaman dalam membangun istana kerajaannya dan berbagai bangunan di kotanya.  Salomo tentulah dikenal karena memimpin mega proyek pembangunan bait Allah yang amat megah.  Namun menariknya, entah Daud atau Salomo, penulis Mazmur 127 membuat pengakuan yang mengejutkan: “jikalau bukan TUHAN . . . sia-sialah.”  Nisi Dominus Frustra!
Pertanyaan ini tentu diamini oleh orang percaya, sebab ini adalah kutipan dari Firman Tuhan.  Kita pasti sepakat, sepaham, senada berseru bahwa kita membutuhkan Tuhan dalam hidup ini.  Namun pertanyaan pentingnya adalah, “seberapa butuh?”  Apakah sekadar memenuhi apa yang kurang dalam hidup kita, seolah-olah Tuhan cuma pelengkap?  Apakah hanya untuk memperindah image kita sebagai orang yang religius, seolah-olah Tuhan tidak lebih dari sekadar aksesoris?
Mazmur 127:1-2 menolong kita untuk menyadari seberapa besar kebutuhan kita akan Tuhan.  Pertama, hidup kita bersumber dan bermakna hanya di dalam Tuhan.  Artinya, Tuhan bukanlah satu dari sekian banyak sumber (resources) yang kita perlukan.  Ia satu-satunya sumber kehidupan kita.  Tanpa Tuhan kita tidak pernah bereksistensi.  Sebaliknya, karena Tuhan, kejadian kita dahsyat dan ajaib, sebab Tuhanlah yang melihat kita selagi kita bakal anak, dan Dialah yang membentuk buah pinggang kita dan menenun kita di dalam kandungan ibu kita (Mzm. 139:13-16).
Tuhan bukanlah satu dari sekian hal yang menjadikan hidup kita bermakna.  Ia satu-satunya Pribadi yang sanggup menjadikan segala hal yang kita alami bermakna.  Tanpa Tuhan kita tidak lebih dari segumpal tanah liat yang sekadar memenuhi dan merusak bumi, sembari kita menunggu giliran masuk dalam hukuman kekal.  Sebaliknya, karena Tuhan, pergumulan hidup ini pun menemukan maknanya, sebab Allah turut bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi umat kepunyaan-Nya (Rm. 8:28).  Bahkan kematian pun menemukan maknanya karena berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya (Mzm. 116:15), sebab maut tidak pernah sanggup untuk memisahkan kita dari kasih Tuhan (Rm. 8:37-39).
Kedua, hidup kita hanya bisa dijalani bersama Tuhan.  Jika kita sungguh-sungguh amat sangat membutuhkan Tuhan dalam hidup ini, maka tidak ada cara yang lebih baik selain merindukan Tuhan di setiap tarikan nafas kita.  Tidak ada pilihan yang lebih bijak selain mengejar kesempatan untuk berjalan bersama Tuhan di setiap langkah hidup kita.  Tidak ada momen yang lebih indah selain menghabiskan waktu bersekutu dengan Tuhan di setiap hari yang kita lewati.  Jadi, tidaklah berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa kehidupan rohani atau spiritualitas sejatinya adalah kehidupan bersama-sama dengan Tuhan (being with God).  Istilah Alkitabnya adalah “hidup bergaul dengan Tuhan” (Kej. 5:22; 6:9), atau “tinggal di dalam Tuhan” (Yoh. 15:4-7), atau “mengenal satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus” (Yoh. 17:3).  Menariknya, Mazmur 127 mengingatkan kita bahwa Tuhan memberikan berkat-Nya kepada orang-orang yang dicintai-Nya pada waktu tidur.  Tuhan tidak lalai memperhatikan orang-orang yang setia berjalan bersama-Nya setiap saat, bahkan ketika kita tidak sedang mengusahakan sesuatu—saat kita istirahat, termasuk bahkan ketika kita lagi bisa produktif—saat kita sakit atau pensiun.  Lagipula, siapa yang akan kekurangan sesuatu jika ia berjalan bersama Sang Sumber Hayat itu?  Siapa yang perlu susah-susah mengejar kepuasan jika ia tinggal dalam pelukan Sang Sumber Kepuasan itu?
Without the Lord, frustration.  Tanpa Tuhan, kefrustrasian.  With the Lord, satisfaction.  Bersama Tuhan, kepuasan.  Sudah tahu kan, mana yang harus Anda pilih?
Ditulis oleh Pdt. Lucky Samuel

 

Kami Peduli

Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.

Apakah anda anggota jemaat GKY Mangga Besar?