Ujian terhadap Kesalehan

- Ayub 4-5 -

Di pasal 1-2, ujian berasal dari Iblis dan istri Ayub. Di pasal-pasal selanjutnya, ujian datang dari para sahabat Ayub yang meyakini keadilan Allah dalam pengertian bahwa orang benar akan diberkati dan orang yang tidak benar akan menderita. Dalam perdebatan babak perta- ma, para sahabat Ayub berusaha membantu Ayub menemukan apa yang salah dalam hidupnya. Sebagai sahabat, Elifas dan teman-temannya da- tang menghibur Ayub dengan berkabung selama 7 hari. Mereka berdiam diri saat melihat kondisi Ayub dan mendengar keluhannya. Kemudian, Elifas merespons dengan berkata, “Bukankah takutmu akan Allah yang menjadi sandaranmu, dan kesalehan hidupmu menjadi pengharapanmu?” (4:6, bandingkan dengan 2:9). Elifas menyimpulkan bahwa keluhan Ayub mencerminkan keke- salan dan keterkejutan terhadap kondisi yang ia alami (4:5). Elifas ber- anggapan bahwa orang saleh seharusnya tidak kesal atau terkejut saat mengalami penderitaan. Sebenarnya, mengeluh itu tidak salah. Tuhan Yesus pun pernah mengeluh dengan berkata, “Allahku, Allahku, meng- apa Engkau meninggalkan Aku.” (Markus 15:34). Setelah menguraikan penderitaan Ayub (5:4-5), Elifas menyimpul- kan bahwa manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya sendiri (5:7). Elifas beranggapan bahwa Ayub menderita karena kesalahannya sendiri. Perkataan Elifas, “berbahagialah manusia yang ditegur Allah” (5:17) menunjukkan bahwa ia menganggap Ayub bersalah sehingga ditegur oleh Allah. Walaupun benar bahwa dosa bisa mengakibatkan penderita- an, tidak berarti bahwa setiap penderitaan merupakan akibat ulah manusia itu sendiri. Pasal 1-2 memperlihatkan bahwa penderitaan Ayub bukan karena ia bersalah, tetapi karena Iblis mencobai Ayub atas izin Allah. Elifas yakin bahwa Allah tidak memercayai siapa pun, baik malaikat maupun manusia (4:18), padahal izin yang diberikan Allah kepada Iblis untuk mencobai Ayub menunjukkan keyakinan Allah bahwa Ayub sanggup menghadapi penderitaan yang disebabkan oleh iblis. Ayub menderita bukan karena ia tidak saleh atau tidak menaati kehendak Allah. Sebaliknya, orang saleh menderita justru karena ia menjalani hidup yang berbeda dengan dunia yang penuh dengan tipu muslihat iblis. Istri Ayub jatuh kepada jebakan iblis dan akhirnya ia menganjurkan suaminya mengutuki Allah (2:9). Apakah Anda bersedia menjalani hidup yang saleh dan berbeda dengan tingkah laku dunia yang dipengaruhi oleh Iblis? Bila Anda hidup menderita karena Anda berlaku saleh, ingatlah kepada Tuhan Yesus yang telah mati di kayu salib untuk menebus dosa Anda karena menjalankan kehendak Allah Bapa di Surga! [BW]

Monday, 31 July 2023

Penderitaan yang Lebih Berat

- Ayub 3 -

Di pasal 1-2, Ayub terlihat begitu tegar menghadapi penderitaan. Akan tetapi, di pasal 3 yang kita baca hari ini mencatat keluhan- keluhan Ayub yang mengutuki hari kelahirannya. Apakah terjadinya per- ubahan ini hanya atas dasar kehilangan dan penyakit yang dialaminya saja atau ada hal lain yang membuatnya lebih menderita? Dalam keluh- annya, Ayub bukan mengeluh karena kehilangan harta benda dan keluarga atau karena penyakitnya, tetapi ia berkata, “pengganti rotiku adalah keluh kesah,” (3:24 TB2) seolah-olah ada sesuatu yang seharusnya Ayub dapatkan dan nikmati, tetapi berubah menjadi ke- luh kesah. Selain itu, tercatat adanya rasa gelisah, takut, cemas da- lam diri Ayub yang membuat Ayub tidak dapat beristirahat dengan tenang dan tenteram (3:25-26). Jadi Ayub bukan sekedar mengeluh tentang rasa sakit dan rasa kehilangan yang dideritanya saja. Penderitaan yang dialami banyak orang—misalnya saat terjadi bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus dan sebagainya— akan terasa lebih ringan karena banyak orang mengalami hal yang sama dan banyak orang yang bersimpati. Dalam hal Ayub, ia tak berdaya menghadapi penyakit yang dideritanya. Penderitaannya diperberat oleh sikap istrinya yang tidak menguatkan atau menghibur, melainkan justru menghina (2:9). Penderitaan berat yang diderita Ayub membuat teman- temannya tidak mengenali dia. Mereka larut dalam penderitaan Ayub dan hanya menemani Ayub tanpa berani berbicara selama seminggu (2:12- 13). Tujuh hari tujuh malam merupakan waktu yang panjang bagi orang yang sedang menderita. Penderitaan paling berat yang dialami manusia bukanlah sekadar kehilangan harta dan menderita penyakit, tetapi perasa- an sendiri dan sepi. Penderitaan yang berat itu sering memunculkan per- tanyaan, “Untuk apa saya hidup?” Penderitaan Ayub yang berat itu sam- pai membuat Ayub mengutuki hari kelahirannya (3:1). Setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan atau penderitaan dalam hidupnya, tetapi kualitas dan kuantitas penderitaan yang dialami setiap orang berbeda. Penderitaan bisa diakibatkan oleh berbagai sebab. Dalam hal Ayub, penyebab utama penderitaannya adalah ulah Si Iblis yang mencobai Ayub dengan mendatangkan bencana untuk meruntuhkan iman Ayub. Saat mengalami penderitaan, hal terpenting yang perlu dire- nungkan adalah apakah penderitaan itu membuat kita semakin bertumbuh atau membuat kita jatuh. Kisah Ayub yang menggambarkan beratnya penderitaan yang ia alami disampaikan kepada kita agar kita siap saat menghadapi pencobaan Iblis melalui penderitaan. Bila Anda menghadapi penderitaan seperti Ayub, bagaimana Anda akan bersikap? Apakah Anda akan tetap mempertahankan iman Anda? [BW]

Sunday, 30 July 2023

Penderitaan Sebagai Ujian

- Ayub 1-2 -

Kisah Ayub dimulai dengan pujian Allah yang menyatakan bahwa Ayub adalah orang yang saleh dan jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan (1:1,8; 2:3). Pujian itu disertai bukti kesalehan Ayub yang menguduskan anak-anaknya (1:5). Walaupun tidak melihat anak-anaknya berbuat jahat, Ayub memohon pengampunan Allah karena kuatir anak-anaknya telah berbuat atau berpikir jahat. Jadi, Ayub bukan hanya menjaga kekudusan perbuatan, tetapi juga kekudusan hati. Pujian yang Allah berikan tersebut disangkal oleh Iblis dengan mengatakan bahwa hal itu terjadi karena Ayub diberkati. Untuk membuktikan argumennya, Iblis meminta izin kepada Allah untuk mencobai Ayub dengan memusnahkan kekayaan Ayub dan menewaskan kesepuluh anaknya. Iblis membuat Ayub—orang paling kaya di wilayah- nya (1:3)—menjadi orang paling miskin dalam sekejap. Kesepuluh anak- nya juga tewas dalam waktu sekejap. Ayub sangat menderita. Iblis men- datangkan bencana dengan memakai cara yang biasa, yaitu perampokan, sambaran petir, dan angin ribut. Ternyata, berbagai bencana tersebut tidak bisa menjatuhkan Ayub. Ayub tetap sujud menyembah Allah. Pencobaan iblis melalui penderitaan justru membuktikan kesetiaan Ayub kepada Allah (1:20-21). Setelah pencobaan pertama gagal, Iblis meminta izin untuk meng- gugurkan kesetiaan Ayub melalui pencobaan kedua, yaitu penyakit di sekujur tubuhnya (2:4-5). Istri Ayub yang tadinya merasa sebagai orang yang diberkati Allah dengan kekayaan yang melimpah dan keluarga yang harmonis mendadak menjadi miskin dan suaminya sakit di sekujur tubuh- nya. Ia merasa bahwa Allah tidak lagi memberkati mereka! Akhirnya, ke- setiaan istri Ayub kepada Allah gugur, bahkan istri Ayub ikut mencobai Ayub dengan menganjurkan Ayub mengutuki Allah (2:9). Namun, Ayub tetap setia kepada Allah (2:10). Atas seizin Allah, pencobaan Iblis yang mengerikan terhadap Ayub menjadi ujian yang membuktikan kese- tiaan Ayub kepada Allah. Allah mengizinkan Iblis mencobai dengan pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Allah yang setia tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuat- an kita. Pada waktu kita dicobai, Ia akan memberikan kepada kita jalan keluar, sehingga kita dapat menanggung pencobaan tersebut. (1 Korintus 10:13). Orang yang setia kepada Allah tidak dibebaskan dari penderi- taan. Akan tetapi, melalui penderitaan itulah, kesetiaan kita menjadi teruji. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda setia kepada Allah karena Anda meyakini bahwa Allah itu setia dan bahwa Ia senantiasa memeliha- ra diri Anda? [BW]

Saturday, 29 July 2023

Kesetiaan Terhadap Yang Tidak Setia

- Bilangan 36 -

Zelafehad termasuk generasi dalam sensus Musa yang pertama. Ia mati dengan meninggalkan lima putri, tanpa putra. Setelah dia meninggal, kelima putrinya—Mahla, Noa, Hogla, Milka dan Tirza— meminta kepada Musa agar melalui mereka, nama Zelafehad ayah mereka, tidak terhapus dari tengah-tengah kaumnya dengan tetap mendapatkan tanah milik di antara keturunan Manasye. Karena warisan biasanya hanya diberikan kepada anak laki-laki, garis keluarga Zelafehad akan hilang. TUHAN memberi tahu Musa bahwa jika seorang laki-laki mati tanpa anak laki-laki, maka warisan akan menjadi milik anak perempuannya (27:1-8). Akan tetapi, pertanyaan tentang pernikahan muncul. Jika anak perempuan menikah di luar suku mereka, tanah itu akan menjadi milik suku lain di tahun Yobel (36:4). Oleh karena itu, Musa memerintahkan bahwa dalam kasus ini, para wanita harus menikah dengan pria dalam suku mereka sendiri sehingga masing-masing suku dapat mempertahankan milik pusakanya sendiri (36:8-9). Di masa yang akan datang, ketika suku-suku menerima tanah mereka di bawah Yosua, putri-putri Zelafehad menerima milik pusaka mereka seperti yang diperintahkan Allah melalui Musa (Yosua 17:3-6). Ada dua hal yang dapat kita renungkan. Pertama, kasus khusus seperti yang dialami Zelafehad dan keturunannya tidak terhindarkan. Masalahnya, kasus khusus seperti ini bisa membuat kita tersandung pada aturan yang kita buat sendiri. Bagaimana mengatasinya? Kasus khusus memerlukan aturan khusus. Peraturan dibutuhkan untuk mengatur situasi umum yang dihadapi masyarakat, tetapi sering kali perlu dibuat pengecualian aturan berupa aturan khusus. Secara umum, kita akan mengatakan bahwa suatu masalah perlu dilihat kasus per kasus. Pemimpin yang bijak akan memilah kasus-kasus khusus dan menangani kasus-kasus itu secara adil dengan mempertimbangkan segala aspek yang terkait. Kedua, sekaligus yang terpenting, bukankah amat menarik untuk diamati bahwa kitab Bilangan ditutup dengan aturan khusus tentang milik pusaka? Hampir empat puluh tahun sebelumnya, generasi pertama tidak percaya bahwa mereka akan sanggup melawan musuh-musuh mereka di tanah yang dijanjikan TUHAN! Sekarang, anak- anak dari generasi pertama itu memiliki iman yang teguh untuk memastikan bahwa milik pusaka mereka akan terjaga dalam suku mereka. Rencana TUHAN akan terbukti atas umat pilihan-Nya. Meskipun diperlambat oleh keberdosaan generasi pertama, dan meskipun generasi kedua juga sering mengecewakan hati TUHAN, TUHAN tetap setia kepada mereka yang tidak setia. Itulah TUHAN kita! Apakah Anda telah merespons dengan berlaku setia? [MN]

Friday, 28 July 2023

Penempatan Dalam Hikmat TUHAN

- Bilangan 35 -

Berbeda dengan suku lain yang memiliki tanah milik yang terpusat, TUHAN menetapkan bahwa orang Lewi tinggal di 48 kota yang tersebar di antara 12 suku Israel. Ada dua ayat menarik mengenai kota- kota ini. Pertama, “Mengenai kota-kota yang akan kamu berikan dari tanah milik orang Israel, dari suku yang banyak jumlahnya haruslah kamu ambil banyak, dan dari suku yang sedikit jumlahnya haruslah kamu ambil sedikit.” (35:8). Mengapa suku Lewi harus tersebar? Sebagai suku yang dikhususkan untuk melayani TUHAN, mereka dituntut untuk hidup ‘lebih kudus’ karena mereka melayani Allah yang kudus. Mereka terbiasa melihat pelayanan para imam serta menjalankan pelayanan mereka sendiri. Pengenalan mereka akan firman TUHAN—paling tidak yang berkaitan dengan peran dan tanggung jawab mereka—dapat menjadi alasan mengapa mereka harus tersebar di antara suku-suku Israel lainnya. Kepada merekalah orang Israel dapat datang untuk meminta pendapat karena mereka dianggap ‘lebih dewasa secara rohani’. Jika kita hidup dengan mengutamakan relasi yang intim dengan Tuhan, wajar bila kita pun dicari orang yang ingin menanyakan pendapat kita, dan kita harus melayani mereka dengan rendah hati sambil terus menjaga relasi kita dengan Tuhan. Kedua, “Mengenai kota-kota yang harus kamu berikan kepada orang Lewi itu, ialah enam kota perlindungan yang harus kamu berikan, supaya orang pembunuh dapat melarikan diri ke sana ” (35:6). Meng- apa orang Lewi harus menempati kota perlindungan? Mungkin mereka diharapkan menjadi hakim yang bersikap netral. Kota perlindungan dibutuhkan karena masyarakat saat itu biasa menyerukan balas dendam bila keluarga atau kerabat mereka terbunuh (2 Samuel 14:7). Adanya kota perlindungan memastikan penegakkan keadilan bagi tertuduh. Orang Lewi bertugas mengadakan sidang pendahuluan di luar gerbang kota, sedangkan tertuduh ditahan di kota sampai saat dia diadili. Jika pembunuhan itu dinilai tidak disengaja, orang tersebut akan tinggal di kota sampai kematian imam besar. Setelah itu, dia dinyatakan bebas tanpa mengkhawatirkan pembalas dendam akan membalas. Jika dia meninggalkan kota, dia dianggap bersalah dan dapat dibunuh oleh pihak pembalas dendam. Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja, orang tersebut akan diserahkan kepada penuntut balas. Adalah tidak adil untuk mengabaikan kesalahan atau sebaliknya langsung mengambil kesimpulan tentang kesalahan orang lain tanpa penyelidikan. Saat seseorang dituduh melakukan kesalahan, keadilan harus diperjuangkan Mereka yang belum terbukti bersalah harus dilindungi, dan semua saksi harus didengar kesaksiannya. Apakah Anda selalu berusaha berlaku adil? [MN]

Thursday, 27 July 2023

First  Prev 4 5 6 7 8 Next  Last

Kami Peduli

Masukkan Alamat E-mail Anda untuk berlangganan dengan website Kami.

Apakah anda anggota jemaat GKY Mangga Besar?